Bhineka satu
Image default
Tekhnologi

PEMANFAATAN MEDIA SOSIAL SEBAGAI SARANA KOMUNIKASI
KEPADA MASYARAKAT

Oleh: Muhammad Fajar Arief, S.H., M.H. dan Daryatul Choiriyah, S.T.
(Panmud Hukum dan Staf Pengadilan Agama Barru, PTA Makassar)

Media sosial bukan lagi sesuatu hal yang aneh di zaman sekarang ini, akan
tetapi sudah menjadi “keharusan” yang harus dipunyai oleh setiap individu.
Perkembangannya sangat pesat dengan didukung oleh semakin canggihnya
perangkat komunikasi dan semakin terjangkaunya ketersediaan jaringan internet.
Pada tahun 2021 pengguna internet di Indonesia meningkat 11 persen dari tahun
sebelumnya, yaitu dari 175,4 juta menjadi 202,6 juta pengguna (sumber:
aptika.kominfo.go.id).
Perkembangan pengguna internet di Indonesia harus diimbangi dengan
pemberian informasi kepada masyarakat secara up to date atau sekaligus dapat
memberikan edukasi yang positif kepada masyarakat.
Seiring dengan meningkatnya pengguna media sosial di Indonesia, maka
pengadilan sebagai lembaga yudikatif dituntut agar lebih terbuka dalam memberikan
informasi kepada masyarakat sesuai Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI
Nomor 1-144/KMA/SK/I/2011 yang merupakan salah satu upaya nyata pengadilan
memberikan akses yang lebih luas pada masyarakat terhadap informasi yang
dikelola oleh pengadilan sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi publik, baik
fungsi khusus yang berkaitan dengan penanganan perkara, maupun fungsi
pengelolaan atau manajemen organisasi dan administrasi pada umumnya.
Abad 20 banyak diidentikkan sebagai era digital. Collins mendefinisikan era
digital (atau era informasi) sebagai “era ketika sejumlah besar informasi tersedia
secara luas untuk banyak orang, sebagian besar melalui teknologi komputer”. Era
informasi ini telah menggeser industri tradisional ke arah modern yang didasarkan
pada teknologi komputer. Perkembangan dunia digital ini sangat pesat, didorong
dengan makin canggihnya perangkat komputer dan terjangkaunya akses internet.
Dilansir dari laporan Hootsuite, per Januari 2021 pengguna internet dunia mencapai
8,3 miliar jiwa. Di Indonesia sendiri pengguna internet mencapai 202,6 juta jiwa atau
73,7% dari total poulasi penduduk Indonesia. Dimana 96,4% atau 168,5 juta di
antaranya menggunakan smartphone untuk mengakses internet.

2
Pada awalnya teknologi internet diciptakan sebagai alat pertukaran data dan
informasi. Pada September 1969, sebuah proyek bernama ARPANET diinisiasi oleh
Pentagon’s Advanced Research Projects Agency (ARPA), salah satu agensi pada
Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Program ini bertujuan guna
memungkinkan anggota militer dan peniliti di lokasi yang berbeda untuk saling
berbagi informasi (Discovering Computers, Shelby Cashman). Seiring
berkembangnya zaman, banyak pihak menyadari pentingnya pertukaran data dan
informasi. Hal ini lah yang mendorong terwujudnya internet sebagai sarana
terhubungnya manusia di seluruh dunia.
Pada dunia peradilan sendiri, kita mengenal adanya access to justice. Akses
terhadap keadilan merupakan unsur penting dari supremasi hukum. Salah satu
aspek pemenuhan access to justice adalah ketersediaan informasi kepada para
pencari keadilan. Masyarakat harus dengan mudah dapat mengakses pengadilan
dan proses hukum. Perkembangan dunia digital ini seyogianya turut memudahkan
dalam pemenuhan access to justice.
Ketersediaan informasi kepada publik ini didorong juga oleh adanya kebijakan
keterbukaan informasi. Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008,
tentang Keterbukaan Informasi Publik menjadi batu loncatan dalam pemenuhan
access to justice. Kebijakan mengenai keterbukaan informasi sendiri didasarkan
pada pertimbangan berikut:
a. bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan
pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan
nasional;
b. bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan
keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara
demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan
penyelenggaraan negara yang baik;
c. bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan
pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya
dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik;
d. bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk
mengembangkan masyarakat informasi;

Kebijakan keterbukaan informasi memiliki tujuan untuk:

3
a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan
publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik,
serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;
b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;
c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan
pengelolaan Badan Publik yang baik;
d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif
dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang
banyak;
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
dan/atau
g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik
untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Pemenuhan informasi ini sejalan dengan misi Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Agama (Ditjen Badilag) untuk membawa peradilan agama menjadi
pengadilan modern berkelas dunia. Dapat kita lihat dalam rapat koordinasi Ditjen
Badilag pada 2 Maret 2021 dan 3 Maret 2021 dengan tema “Membangun Peradilan
Agama Modern Berkelanjutan Menuju Birokrasi Berkelas Dunia”. Pada kesempatan
tersebut, Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. H. M. Syarifuddin, S.H., M.H.
memberikan sambutan yang menyatakan tema yang diangkat oleh Ditjen Badilag
sangat visioner karena membawa lembaga peradilan kita beberapa langkah lebih
maju dari saat ini. Tema tersebut sangat relevan dengan aspirasi masyarakat luas
yang menginginkan birokrasi pada semua level bisa memberikan dampak yang luas
bagi perubahan.
Beliau juga menyampaikan, peradilan modern merepresentasikan profil
lembaga peradilan yang mengimplementasikan perkembangan teknologi informasi
untuk mendukung tugas pokok dan fungsi pengadilan. Ada ciri utama yang harus
ada dalam sistem peradilan modern yaitu, transparansi, akuntabilitas dan
aksesibilitas. Ketiga ciri utama tersebut erat kaitannya dengan keterbukaan informasi
publik. Transparansi anggaran dapat tersampaikan melalui publikasi laporan
keuangan kepada publik. Akuntabilitas dapat tercermin dari realisasi dan laporan
kegiatan. Sedangkan pemenuhan aksesibilitas dapat didukung dengan
memanfaatkan teknologi.

4
Sementara itu salah satu kendala yang dihadapi badan peradilan dalam
menyosialisasikan kebijakan atau menyampaikan kinerjanya adalah masalah
komunikasi itu sendiri. Komunikasi menjadi hal penting yang harus diperhatikan
dalam kehumasan peradilan agar pesan bisa diterima dengan baik dan dimengerti
masyarakat. Selain itu media penyampaian komunikasi tersebut harus mudah
diakses, sehingga dapat menjangkau lapisan-lapisan masyarakat.
Di zaman digital ini, media berbasis internet menjadi pilihan alat komunikasi
yang menjanjikan. Salah satu media digital yang digandrungi masyarakat adalah
media sosial. Media sosial memfasilitasi interaksi penggunanya secara daring.
Perkembangan media sosial sangat pesat dan menjadi bagian tak terelakkan dari
kehidupan sehari-hari. Pertumbuhan ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
smartphone. Smartphone memudahkan masyarakat untuk mengakses platform
media sosial apa pun dari mana saja secara virtual. Platform media sosial seperti
Facebook, Instagram, dan Twitter telah memudahkan masyarakat untuk saling
terhubung. Komunikasi dapat saling terjalin secara cepat dan mudah tanpa dibatasi
ruang.
Melihat kemudahan yang ditawarkan, tak heran banyak masyarakat
menggunakan media sosial. Statistik menunjukkan, pengguna media sosial di
Indonesia mencapai angka 170 juta jiwa atau 61,8% dari total populasi (Hootsuite,
2021). Angka ini merupakan jumlah yang sangat besar. Rerata penggunaan sosial
media masyarakat sendiri setiap harinya mencapai 3 jam 14 menit. Jumlah yang
besar dan waktu akses yang panjang ini membuka peluang jangkauan informasi
yang lebih luas dan mudah kepada masyarakat.
Sebagai alat komunikasi, media sosial memiliki banyak keunggulan dalam
pemanfaatannya di kehumasan peradilan. Salah satu di antaranya yakni komunikasi
yang disajikan bersifat 2 (dua) arah. Artinya antara pemberi infomasi (humas
peradilan) dengan penerima informasi (publik) dapat saling berinteraksi secara
langsung dalam 1 (satu) media yang sama. Adanya komunikasi 2 (dua) arah ini
membuka kesempatan ruang publik yang seluas-luasnya. Selain terbukanya ruang
publik, terdapat juga banyak manfaat dari adanya komunikasi 2 (dua) arah ini, di
antaranya yakni:
a. Menjamin kelancaran informasi: Publik dapat segera mengungkapkan
tanggapannya mengenai pesan yang diterimanya. Akibatnya, arus informasi yang
terjadi menjadi lebih lancar.

5
b. Mendorong saran dari publik: Publik adalah target utama audiens media sosial.
Untuk memperkaya rencana dan kebijakan, humas harus mendorong saran dari
publik. Dorongan seperti itu dimungkinkan ketika ada saluran komunikasi dua
arah.
c. Menciptakan lingkungan yang demokratis: Dalam komunikasi dua arah, baik
komunikator maupun penerima dapat dengan bebas mengungkapkan perasaan,
gagasan, dan pandangannya. Pertukaran informasi yang saling menguntungkan
ini menciptakan lingkungan publik yang demokratis.
d. Mengatasi ambiguitas: Komunikasi dua arah juga sangat berguna untuk
mengatasi kebingungan atau ambiguitas mengenai pesan yang sedang
disampaikan. Publik dapat menyapaiakn tanggapannya akan suatu informasi
yang disajikan yang selanjutnya bisa dikonfirmasi oleh humas peradilan selaku
pemberi informasi.
e. Meningkatkan efektivitas komunikasi: komunikasi yang efektif tergantung pada
pemahaman yang tepat dari pesan oleh pengirim dan penerima. Melalui
komunikasi dua arah, kedua belah pihak dapat saling mengevaluasi pendapat
sehingga dapat meningkatkan efektivitas komunikasi.
f. Meningkatkan efisiensi: Komunikasi dua arah juga memberikan kontribusi positif
pada efisiensi penerima. Dalam komunikasi ini, penerima dapat mencari klarifikasi
dan analisis pesan pengirim yang pada akhirnya meningkatkan pengetahuan,
pemahaman, dan efisiensinya.
Adanya peluang dan keunggulan tersebut membuat media sosial menjadi
pilihan alat komunikasi yang efektif bagi kehumasan peradilan. Berbagai macam
informasi dapat disampaikan dengan mudah, cepat, murah, dan up to date. Berbagai
hal dapat dilakukan, diantaranya mengkomunikasikan isu terkini, menyajikan data,
mengkampanyekan program, serta mensosialisasikan inovasi yang dimiliki.
Banyaknya keunggulan pemanfaatan media sosial sebagai sarana komunikasi
dan edukasi masyarakat ini juga melahirkan berbagai tantangan bagi para humas
peradilan. Cepatnya perkembangan teknologi menuntut para humas peradilan untuk
terus mengikuti tren dan pembaharuan yang terjadi. Sebagai contoh, pada tahun
2018, Instagram melakukan perubahan algoritme pada penampil beranda
penggunanya. Sebelumnya lini masa pengguna bersifat kronologis, yakni unggahan
dari pengguna lain akan tertampil urut sesuai waktu unggahnya. Namun algoritme
terbaru menerapkan faktor engagement dalam urutan penampilan unggahan di lini

6
masa pengguna. Lini masa pengguna terkustomisasi sesuai dengan ketertarikan
pengguna tersebut terhadap pengguna lain. Seberapa sering pengguna menuliskan
komentar di unggahan pengguna lain, seberapa sering ia menekan tombol like pada
unggahan pengguna lain, seberapa sering pengguna saling berkirim pesan, dan
aksi-aksi lain menjadi penentu urutan tampil di lini masa pengguna tersebut.
Meskipun terkesan sederhana, namun perubahan algoritme ini sangat
berdampak pada kualitas unggahan pengguna. Pada akhirnya pengguna dituntut
untuk membuat unggahan yang menarik agar mendapat perhatian dari pengguna
lain.
Tantangan lain yang perlu dicermati para humas peradilan adalah karakteristik
media sosial dan penggunanya. Secara umum, media sosial merupakan tipe media
grup. Media sosial didukung dengan banyak fitur saling berbagi. Berbagi foto, cerita,
informasi, dan sebagainya. Peran utama media sosial adalah mendistribusikan
informasi, pendapat, dan pengaruh di antara anggotanya (Kempe et al., 2003).
Kuatnya jejaring sosial ini banyak tergambarkan dengan dianggap kredibelnya
informasi yang disampaiakan dari mulut ke mulut (word of mouth). Informasi yang
diberikan oleh rekan-rekan di jejaring sosial sering dipandang sebagai kredibel dan
dapat dipercaya (Gil-Or, 2010).
Untuk mengidentifikasi karakteristik pengguna sendiri, saat ini banyak media
sosial yang menawarkan fitur statistik laporan. Dengan menganalisa statistik ini
sedikit banyak dapat membantu para humas peradilan untuk membuat strategi
dalam menyampaikan informasi.
Satu hal lagi yang menurut penulis perlu diwaspadai oleh para humas peradilan
adalah mengenai netiquette atau netizen ethic. Media sosial memang memberi
banyak keuntungan dengan sifat komunikasi 2 (dua) arahnya. Terciptanya ruang
publik yang luas dan bebas memberi kesempatan interaksi yang lebih intens dengan
publik. Namun demikian, perlu juga diperhatikan etika berinternet atau bersosial
media. Berdasarkan laporan Digital Civility Index (DCI), netizen Indonesia
dinobatkan menjadi netizen paling tidak sopan se Asia Tenggara. Hal ini menjadi
tantangan tersendiri bagi para humas peradilan untuk menciptakan lingkungan
kolom komentar yang kondusif.

Artikel Lainnya

Hati-Hati !!! Berikut Aplikasi Android Yang Terbukti Bisa Rampok Rekening Pengguna

bhineka satu

Taksi Terbang Ehang Melayang di Jakarta

bhineka satu

Ciri-ciri WhatsApp Kena Hack dan Cara Melaporkannya

bhineka satu